Elon Musk saat ini menghadapi masalah serius dengan meningkatnya jumlah petinggi perusahaan yang mengundurkan diri dari berbagai unit bisnisnya. Fenomena ini sangat terlihat di Tesla dan xAI, sebuah startup yang berfokus pada kecerdasan buatan. Berdasarkan laporan Financial Times, alasan di balik pengunduran diri ini bervariasi, mulai dari kelelahan kerja yang intens, ketidakpuasan terhadap strategi perusahaan, hingga kekhawatiran akan pengaruh aktivisme politik Musk yang kontroversial.
Beberapa eksekutif kunci, termasuk tim penjualan Tesla di Amerika Serikat dan divisi yang bertanggung jawab untuk proyek robot Optimus dan pengembangan AI, telah meninggalkan perusahaan. Bahkan, Chief Information Officer Tesla juga baru saja mengundurkan diri. Situasi ini semakin kritis di xAI, di mana kepala keuangan mengundurkan diri hanya setelah tiga bulan dan penasihat hukum mengikuti langkah serupa setelah 16 bulan bertugas. Pengunduran diri ini telah menciptakan kepanikan dan kekhawatiran di kalangan karyawan lainnya.
Salah satu contoh fenomena ini adalah Mike Liberatore, mantan CFO xAI, yang mengungkapkan di LinkedIn bahwa ia bekerja hingga 120 jam seminggu. Ia tidak dapat melanjutkan hidup dengan tingkat tekanan seperti itu, yang menggambarkan intensitas kerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Robert Keele, penasihat hukum umum di xAI, juga mengungkapkan alasan personal di balik keputusannya. “Saya sayang kedua balita saya dan saya jarang bertemu mereka,” katanya, menekankan dampak pekerjaannya terhadap kehidupan pribadinya.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa di balik tingginya angka resignasi ini terdapat kekhawatiran lebih luas. Banyak karyawan merasa tidak nyaman dengan dukungan Musk terhadap berbagai tokoh politik, termasuk Donald Trump dan kelompok-kelompok sayap kanan yang dianggap provokatif. “Perilaku Elon memengaruhi moral, retensi, dan rekrutmen,” ungkap seorang pejabat senior yang tidak ingin disebutkan namanya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas politik Musk bukan hanya mempengaruhi citra publik, tetapi juga secara signifikan berdampak pada iklim kerja di dalam perusahaannya.
Namun, pimpinan Tesla, Robyn Denholm, mencoba meredakan kekhawatiran ini dengan menegaskan bahwa jajaran direksi mereka cukup kuat dan bahwa perusahaan tersebut masih mampu menarik talenta baru. “Kami masih menjadi magnet bagi talenta,” ujarnya. Meskipun pernyataan ini bertujuan untuk menenangkan karyawan dan pemangku kepentingan, banyak yang mempertanyakan apakah ketahanan perusahaan terhadap pengunduran diri ini bisa dipertahankan dalam jangka panjang.
Kejadian ini bukan hanya masalah internal perusahaannya, tetapi juga menunjukkan tantangan yang lebih besar yang dihadapi Musk dan visinya untuk masa depan. Banyak karyawan merasa kelelahan akibat kerja keras yang dipimpin oleh Musk, yang sering kali mengharapkan komitmen penuh dari timnya. Pengunduran diri para petinggi ini menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang lebih dalam yang perlu ditangani, terutama dalam memperbaiki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Lebih dari selusin karyawan, baik yang masih bekerja maupun yang sudah pensiun, menyampaikan bahwa meskipun ada yang resign dengan senang hati setelah berkarier lama, banyak di antara mereka yang mengundurkan diri karena kelelahan atau kekecewaan. Inflasi biaya hidup yang terus meningkat menambah slogannya. Banyak yang berharap agar perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif dan mendukung tantangan yang ada.
Sementara itu, fokus dan strategi jangka panjang dari Elon Musk dan tim kepemimpinannya menjadi bahan perdebatan. Dalam situasi ini, para pengamat dan analis industri merasa perlu untuk memantau apa yang akan terjadi selanjutnya di perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh Musk, mengingat eksodus ini bisa mempengaruhi arah dan inovasi dari proyek-proyek yang sedang dijalankan. Tanpa perbaikan signifikan pada manajemen dan pendekatan kerja, tantangan ini kemungkinan akan terus berlanjut.
Source: inet.detik.com
