Dua zona megathrust paling berbahaya di Indonesia, yaitu Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, menjadi sorotan serius Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai ancaman gempa besar dan tsunami yang tinggal menunggu waktu. Fenomena megathrust ini bukanlah prediksi semu, melainkan potensi nyata yang harus dipahami dan diantisipasi mengingat dampaknya dapat meluas hingga ke ibu kota Jakarta.
Zona Megathrust dan Karakteristiknya
Gempa megathrust adalah gempa berkekuatan sangat besar yang terjadi di zona subduksi, yakni tempat di mana lempeng samudera Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng benua Eurasia. Akumulasi energi akibat tekanan lempeng ini dapat dilepaskan tiba-tiba, menghasilkan guncangan dahsyat disertai potensi tsunami besar. BMKG mencatat bahwa magnitudo gempa megathrust biasanya di atas 8, dengan contoh kejadian dunia seperti gempa Chile 1960 berkekuatan 9,5, gempa Aceh 2004 dengan magnitudo 9,2, serta gempa Tohoku Jepang 2011 sebesar 9,0.
Di Indonesia, jalur megathrust membentang dari ujung utara Sumatera melalui selatan Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara, serta terbagi ke dalam 16 segmen aktif. Dari keseluruhan itu, dua segmen paling kritis adalah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Kedua zona ini sudah lama tidak mengalami gempa besar; Selat Sunda terakhir gempa signifikan tahun 1757, sementara segmen Mentawai-Siberut belum aktif sejak gempa pada 1797.
Kondisi ini disebut seismic gap, yaitu celah sepanjang zona gempa yang menyimpan energi dalam jumlah besar dan menunjukkan peluang terjadinya gempa dengan intensitas sangat besar dalam waktu dekat. Pakar Teknik Sipil Struktur Tahan Gempa dari Universitas Andalas, Fauzan, mengungkapkan bahwa zona megathrust Mentawai-Siberut termasuk salah satu seismic gap paling berbahaya di dunia mengingat sudah ratusan tahun menumpuk energi dan belum melepaskannya. Menurut Fauzan, potensi gempa di zona ini bisa mencapai magnitudo 9, yang beresiko menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat di pesisir barat Sumatera dan sekitarnya.
Kapan Gempa Megathrust Akan Terjadi?
BMKG menegaskan bahwa hingga kini belum ada teknologi yang dapat memperkirakan dengan tepat kapan dan di mana gempa akan terjadi. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa gempa di kedua segmen megathrust tersebut adalah kepastian – bukan sekadar potensi – namun waktu terjadinya masih belum bisa diprediksi. Pernyataan sama datang dari Peneliti BRIN Nuraini Rahma Hanifa yang menyebut megathrust harus dipandang sebagai fenomena alam yang harus dihadapi melalui adaptasi dan mitigasi, bukan untuk ditakuti.
Dampak dan Ancaman bagi Jakarta dan Wilayah Sekitarnya
Zona megathrust di bawah Pulau Jawa memiliki karakteristik bidang kontak sangat luas, mencapai panjang 1.000 kilometer dengan lebar sekitar 200 kilometer dan kedalaman bidang subduksi hingga 60 kilometer. Jika terjadi pergeseran serentak hingga 20 meter di zona ini, gempa yang dirasakan akan sangat dahsyat dan merusak.
Jakarta sebagai ibu kota yang memiliki struktur tanah lunak sangat rentan atas guncangan megathrust dari zona megathrust Selatan Jawa. Plt Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa tanah lunak di Jakarta memperkuat getaran gempa meskipun lokasi Jakarta jauh dari sumber gempa. Hal ini mirip dengan kejadian gempa di Myanmar yang getarannya terasa kuat hingga Bangkok, Thailand, yang juga memiliki tanah lunak.
Selain kerusakan struktur bangunan, jembatan, dan fasilitas publik, gempa megathrust berisiko memicu tsunami besar, yang dapat menyapu kawasan pesisir mulai dari Sumatera Barat, Lampung, Banten hingga Bali. Tsunami setinggi puluhan meter berpotensi menghilangkan nyawa ratusan ribu orang dan menghancurkan infrastruktur vital serta mencemari lingkungan dari limbah berbahaya. Berdasarkan pengalaman tsunami Aceh 2004, dampak seperti ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah guncangan megathrust.
Upaya Mitigasi dan Kesiapsiagaan
BMKG dan BRIN aktif melakukan pemantauan, edukasi, serta pelatihan mitigasi untuk mengurangi dampak risiko gempa megathrust. Berbagai program seperti Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan pembentukan komunitas siaga tsunami terus digalakkan bersama pemerintah daerah dan stakeholder terkait.
Dwikorita menekankan pentingnya pemeriksaan ketahanan struktur bangunan di Jakarta terutama gedung bertingkat tinggi agar siap menghadapi gempa besar. Kementerian Pekerjaan Umum juga diimbau melakukan pengawasan ketat efisiensi konstruksi tahan gempa.
Peneliti Nuraini menambahkan bahwa risiko bencana tergantung pada bahaya, kerentanan populasi, dan kapasitas adaptasi. Untuk itu, meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci menghadapi ancaman megathrust. Selain guncangan gempa, risiko sekunder seperti likuifaksi, longsor, dan kebakaran juga perlu diantisipasi.
Kehadiran dua zona megathrust ini menggambarkan tantangan besar bagi Indonesia, khususnya bagi Jakarta yang saat ini sedang berkembang pesat. Pahami potensi bahaya itu sebagai bagian realitas geologi dan tingkatkan ketangguhan sistem mitigasi demi mengurangi dampak bencana besar yang tidak bisa lagi dihindari.
Source: katadata.co.id
