Dua ilmuwan dari Universitas Frankfurt, Luciano Rezzolla dan Christian Ecker, baru-baru ini mengungkap batas teoritis kepadatan bintang neutron, yang berpotensi mengubah cara kita memahami fisika nuklir dalam kondisi ekstrem. Bintang neutron, hasil dari kolapsnya inti bintang masif pasca-supernova, memiliki massa hingga tiga kali lipat dari Matahari namun memiliki ukuran hanya sekitar 20 kilometer. Penentuan jari-jari bintang ini masih menjadi tantangan besar, meskipun massa dapat diukur dengan akurat.
“Kita bisa mengukur massanya dengan sangat akurat, tetapi sangat sulit menentukan jari-jarinya,” ungkap Rezzolla dalam wawancara dengan Space.com. Kesulitan ini disebabkan oleh faktor yang disebut equation of state (EoS), sebuah persamaan yang menjelaskan hubungan antara tekanan dan kerapatan di dalam bintang neutron. Dalam hal ini, materi bintang neutron berada dalam keadaan yang sangat ekstrem, di mana satu sendok materi dapat memiliki berat miliaran ton.
Di tengah tekanan yang luar biasa, atom-atom mulai hancur, dan proton bergabung dengan elektron untuk membentuk neutron. Situasi ini menciptakan kondisi fisika yang eksotis, di mana partikel langka seperti hyperon mungkin terlibat, atau bahkan materi quark yang hampir bebas. Namun, kondisi ekstrem ini tidak bisa ditiru dalam laboratorium, sehingga para peneliti harus mengandalkan teori untuk mengeksplorasi sifat-sifat bintang neutron.
Rezzolla dan Ecker telah menganalisis puluhan ribu model EoS untuk menentukan batas maksimum kepadatan bintang neutron sebelum bertransformasi menjadi lubang hitam. Mereka menemukan bahwa rasio antara massa dan jari-jari bintang neutron tidak dapat melebihi 1/3. “Karena kami menetapkan batas atas kepadatan, kami juga dapat menetapkan batas bawah untuk jari-jarinya,” kata Rezzolla. Dengan mengetahui massanya, bintang neutron tersebut harus memiliki jari-jari yang lebih besar dari tiga kali massanya.
Penemuan ini berdampak luas pada pemahaman kita tentang quantum chromodynamics (QCD), teori yang menjelaskan bagaimana gaya kuat mengikat partikel quark dalam proton dan neutron. Jika suatu saat ditemukan bintang neutron dengan kepadatan melebihi batas yang ditetapkan, hal ini dapat menunjukkan bahwa terdapat kesalahan dalam asumsi-asumsi yang kita gunakan dalam QCD. “Jika kami menemukan bintang neutron dengan kepadatan lebih besar dari 1/3, itu berarti ada sesuatu yang salah dengan asumsi QCD yang kami gunakan,” ujar Rezzolla.
Rezzolla juga optimis bahwa pengamatan mendatang, seperti eksperimen NICER yang dilakukan di Stasiun Luar Angkasa Internasional serta deteksi gelombang gravitasi akibat penggabungan bintang neutron, termasuk peristiwa terkenal GW170817, dapat membantu memperjelas perkiraan radius bintang neutron dan menguji teori yang mereka kembangkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rezzolla dan Ecker adalah langkah maju dalam memahami sifat-sifat materi dalam kondisi ekstrim, menantang batasan-batasan yang selama ini kita pahami tentang fisika. Melalui eksplorasi lebih lanjut, para ilmuwan berharap dapat menjawab pertanyaan mendasar mengenai struktur dan perilaku dasar materi di alam semesta. Temuan ini, yang telah dipublikasikan di repositori pra-cetak arXiv, menunjukkan betapa kompleks dan menantangnya studi tentang bintang neutron dan fisika yang terkait.
Dengan penemuan batas kepadatan ini, kita semakin mendekati pemahaman yang lebih dalam mengenai alam semesta dan fisika yang menjadi dasar struktur materi. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memberikan lebih banyak wawasan dan mungkin mengungkap misteri baru di balik fenomena kosmik ini, yang sampai saat ini masih banyak yang perlu dieksplorasi.
Source: mediaindonesia.com
