Profil Chen Zhi: Taipan Muda Kamboja Pemilik Kerajaan Penipuan Online

Chen Zhi, taipan muda asal Kamboja, tengah menjadi buronan internasional setelah Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) mencurigainya sebagai otak di balik operasi penipuan online berskala besar. Ia dituduh mengendalikan jaringan kriminal lintas negara yang melibatkan kamp kerja paksa dan skema penipuan investasi kripto yang menjerat ribuan korban di berbagai belahan dunia.

Sitaan Aset dan Tindakan Hukum Internasional

Menurut keterangan DOJ, Chen Zhi telah menjadi sasaran penyitaan aset terbesar dalam sejarah, dengan nilai lebih dari US$ 14 miliar atau setara Rp 232 triliun dalam bentuk 127.271 bitcoin. Nilai pasar Bitcoin yang digunakan sebagai alat transaksi mencapai sekitar US$ 114.810 atau Rp 1,85 miliar pada saat penyitaan dilakukan. Tuduhan yang disematkan kepadanya meliputi konspirasi penipuan online dan pencucian uang yang terorganisir secara sistematis.

Chen Zhi juga diketahui sebagai pendiri Prince Group, jaringan perusahaan yang berpusat di Kamboja dan diklaim beroperasi di sektor properti, keuangan, dan layanan konsumen. Namun, penyelidikan DOJ menunjukkan bahwa Prince Group sebenarnya merupakan organisasi kriminal transnasional terbesar di Asia, yang menjalankan bisnis ilegal melalui berbagai modus penipuan.

Modus Operandi: Jaringan Penipuan Kripto dan Kamp Kerja Paksa

Berdasarkan dokumen pengadilan AS, Chen Zhi dan jaringan Prince Group mengelola sedikitnya sepuluh kompleks penipuan di Kamboja. Lokasi ini dilengkapi dengan fasilitas menyerupai kamp kerja paksa, di mana para pekerja, yang sebagian besar adalah korban perdagangan manusia, dipaksa menjalankan operasi penipuan online di bawah ancaman kekerasan. Di dua kompleks yang disita aparat, ditemukan lebih dari 1.200 ponsel yang digunakan untuk mengoperasikan 76 ribu akun media sosial palsu. Para operator scam diarahkan untuk menggunakan foto profil yang tidak terlalu menarik agar tampak lebih meyakinkan bagi calon korban.

Skema yang dijalankan berfokus pada penipuan hubungan romantis (romance scam) dan investasi kripto palsu. Para korban dijebak dengan janji keuntungan tinggi, namun dana yang mereka kirim justru mengalir ke jaringan kejahatan Chen dan rekan-rekannya. Hasil kejahatan tersebut digunakan untuk membiayai gaya hidup mewah, termasuk pembelian jet pribadi, jam tangan langka, serta karya seni mahal seperti lukisan Picasso dari rumah lelang di New York.

Profil Chen Zhi: Dari Bisnis Kecil ke Taipan Properti

Chen Zhi lahir dan besar di Provinsi Fujian, Tiongkok bagian tenggara. Awalnya, ia terjun ke bisnis gim daring yang kurang berhasil. Pada sekitar tahun 2010-2011, ia pindah ke Kamboja dan memanfaatkan tren investasi properti yang sedang berkembang. Pada 2014, Chen resmi menjadi warga negara Kamboja lewat investasi minimal US$ 250 ribu, yang memberikan hak kepemilikan tanah atas nama pribadinya.

Pada 2015, di usia 27 tahun, Chen mendirikan Prince Group yang awalnya fokus pada pengembangan properti. Perusahaan ini berkembang pesat dengan membangun bank, pusat perbelanjaan, hotel mewah, serta proyek ambisius Bay of Lights Eco-City senilai US$ 16 miliar di Sihanoukville. Chen juga memperluas jangkauannya melalui paspor Siprus dan Vanuatu untuk mempermudah aktivitas bisnis lintas negara, serta mendirikan dua maskapai penerbangan di Kamboja.

Pengaruh Chen kian kuat ketika diangkat sebagai penasihat Menteri Dalam Negeri Kamboja, Sar Kheng, serta menjalin hubungan dengan putranya. Ia juga menjadi penasihat bagi dua perdana menteri, Hun Sen dan Hun Manet. Pada 2020, Chen menerima gelar kehormatan tertinggi dari Raja Kamboja, Neak Oknha, yang biasanya diberikan kepada donor besar negara.

Kontroversi dan Tuduhan Kejahatan Terorganisir

Meski sempat mendapat pujian sebagai filantropis atas kontribusinya dalam penanganan pandemi COVID-19 dan pemberian beasiswa, Chen Zhi kini terungkap sebagai sosok yang diduga kuat menjalankan bisnis kejahatan terorganisir. Penyelidikan internasional mengindikasikan bahwa kekayaannya sebagian besar berasal dari operasi penipuan online, pencucian uang, dan perdagangan manusia.

Beberapa perusahaan di bawah Prince Group, seperti Golden Fortune Resorts dan Jin Bei Group, juga disebut dalam laporan Amnesty International terkait pelaksanaan kamp kerja paksa dan penyiksaan terhadap pekerja asing. Modus operandi Chen Zhi semakin diungkap sebagai jaringan kriminal industri yang menargetkan korban di seluruh dunia melalui ratusan ribu akun media sosial palsu.

Chen Zhi kini menjadi incaran Interpol setelah otoritas Amerika Serikat dan Inggris menjatuhkan sanksi ekonomi. Jika terbukti bersalah, ia menghadapi hukuman penjara maksimal 40 tahun. Kasus ini menjadi sorotan internasional karena tingkat skala operasinya dan kerugian besar yang menyebabkan dampak luas pada masyarakat global.

Source: katadata.co.id

Exit mobile version