Pemerintah Indonesia menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 3.147,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, dengan harapan dapat meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menilai bahwa target tersebut optimis tetapi harus dihadapi dengan kehati-hatian. Dalam pandangnya, dunia usaha melihat hal ini sebagai sinyal untuk melakukan ekspansi, meskipun tetap memerlukan sikap waspada dari semua pihak.
Menurut Shinta, ada tiga faktor kunci yang akan menentukan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026. Pertama adalah kecepatan realisasi investasi. Investasi menjadi pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama investasi yang berorientasi pada hilirisasi. Junjungannya, investasi yang efisien dan cepat akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Kedua adalah efektivitas transmisi fiskal belanja pemerintah. Belanja pemerintah diharapkan dapat dialokasikan secara tepat sasaran, guna mendukung sektor-sektor yang paling membutuhkan dan berpotensi memberikan dampak terbesar terhadap pertumbuhan. Realisasi belanja yang baik akan berkontribusi langsung pada peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi.
Ketiga adalah pemulihan daya beli masyarakat. Daya beli yang kuat menjadi kunci dalam menggerakkan konsumsi rumah tangga, yang merupakan andalan dalam pertumbuhan ekonomi domestik. Pemulihan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang mendorong pendapatan masyarakat, serta stabilitas harga-harga barang dan jasa.
Shinta juga mengingatkan bahwa meskipun optimis, ada banyak kendala eksternal yang perlu diperhatikan. Ketidakpastian geopolitik, seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta ketegangan tarif, berpotensi memengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, ketiga faktor tersebut harus terpadu dan berjalan lancar untuk mencapai proyeksi pertumbuhan yang ditargetkan.
Lebih jauh lagi, dia menekankan pentingnya optimisme dan kehati-hatian dalam menjalankan strategi pertumbuhan. "Jika tiga faktor ini berjalan baik, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang optimis ini dapat direalisasikan meskipun ada beberapa gangguan dari luar," jelasnya.
Shinta menambahkan bahwa tahun 2026 akan menjadi momen untuk menguji ketahanan struktural ekonomi Indonesia dalam menghadapi tantangan global. Ini adalah kesempatan bagi pemerintah dan pelaku bisnis untuk bekerja sama demi menciptakan iklim investasi yang kondusif, serta memperkuat daya beli masyarakat.
Dengan semua ini, harapan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang realistis menjadi lebih cerah, asalkan semua elemen dalam ekosistem ekonomi dapat bersinergi dengan baik. Dalam konteks ini, dukungan dari berbagai pihak — baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat sipil — sangat diperlukan untuk membangun fondasi yang lebih kuat bagi perekonomian nasional.
Sementara itu, dalam rangka mendukung target tersebut, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta harus ditingkatkan. Hal ini mencakup penciptaan kebijakan yang pro-bisnis serta insentif yang mampu menarik lebih banyak investasi. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan, tetapi juga mempersiapkan diri untuk menghadapi dinamika global yang terus berubah.
Dengan tantangan-tantangan yang ada, fokus pada tiga faktor kunci tersebut diharapkan mampu memandu arah kebijakan dan strategi perekonomian Indonesia ke depan. Ini adalah tantangan sekaligus peluang untuk mengukir prestasi dalam peta ekonomi global.
