Demo Meluas: Sebabnya Bukan Asing, Tapi Masalah Perut Warga!

Gelombang demonstrasi yang melanda banyak kota di seluruh Indonesia kini semakin meluas. Banyak orang mengira bahwa aksi ini dipicu oleh campur tangan asing, namun faktanya jauh dari itu. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menegaskan bahwa akar masalah terdapat pada kondisi domestik, yang terutama berhubungan dengan masalah ekonomi dan kebutuhan dasar rakyat.

Dalam sebuah diskusi virtual yang diadakan pada 1 September 2025, Esther mengungkapkan bahwa ketidakpuasan masyarakat berakar dari beberapa faktor yang sangat menekan, seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pemecatan massal tenaga kerja. Menurutnya, semua ini menciptakan ketidakadilan di kalangan rakyat, terutama mereka yang berada di lapisan bawah.

Salah satu hal yang menarik perhatian adalah perbandingan mencolok antara gaji buruh dan anggota DPR. Dengan rata-rata gaji buruh yang hanya sekitar Rp5 juta per bulan, sedangkan gaji anggota DPR mencapai Rp104 juta, ketimpangan ini jelas memperburuk rasa ketidakadilan sosial. “Gaji anggota DPR 20 kali lipat lebih tinggi dari gaji buruh,” kata Esther, menggarisbawahi masalah ketenagakerjaan yang semakin memburuk di Indonesia.

Dalam analisis yang lebih luas, Esther juga mengingatkan bahwa ketidakpuasan publik bisa berdampak masuk ke dalam ranah yang lebih serius. Jika masalah ini tidak ditangani dengan bijak, Indonesia bisa menghadapi guncangan stabilitas politik dan ekonomi. Gejolak yang terjadi saat ini mungkin saja menekan nilai tukar rupiah dan memengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seperti yang telah terlihat dalam beberapa pekan terakhir.

Esther menambahkan bahwa stagnasi upah dan tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat mengancam keberadaan kelas menengah di tanah air. “Pelemahan kelas menengah akan menghantam konsumsi domestik yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya. Kelas menengah yang sehat sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan, pada gilirannya, mendorong pertumbuhan ekonomi.

Mengingat kondisi yang semakin memprihatinkan ini, Esther dalam kesempatan tersebut mendorong pemerintah untuk segera mengalihkan prioritas anggaran. Daya beli masyarakat harus dijaga, dan bukan justru terus ditambah beban melalui kenaikan pajak atau proyek-proyek besar yang belum tentu mendatangkan manfaat bagi rakyat. Pemerintah diharapkan untuk fokus menciptakan lapangan kerja baru, terutama melalui revitalisasi sektor industri dan penguatan rantai pasok yang bersifat domestik.

Perlu dicatat bahwa banyak pengamat ekonomi sepakat dengan pendapat Esther. Mereka percaya bahwa saat ini yang lebih penting adalah memastikan bahwa masyarakat memiliki pekerjaan dan pendapatan yang cukup, bukan malah menambah beban pajak. Jika kondisi ini terus dibiarkan, dampaknya bisa berujung pada kontraksi ekonomi yang lebih parah.

Demonstrasi yang diadakan di berbagai daerah adalah bentuk nyata ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Rakyat menuntut perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang mereka hadapi sehari-hari.

Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi pemerintah, yang dituntut untuk segera mengambil langkah konkret agar situasi tidak semakin memburuk. Banyak harapan tertumpu pada kebijakan yang dapat menciptakan lapangan kerja, menaikkan daya beli, dan meminimalisir ketidakadilan ekonomi.

Dengan segala faktor ini, sudah saatnya pemerintah mendengarkan suara rakyat dan mengambalikan stabilitas sebagai prioritas utama. Tanpa tindakan cepat yang bertanggung jawab, potensi gejolak sosial dan ekonomi akan terus menghantui negeri ini.

Exit mobile version