Ketimpangan Ekonomi Memberangus Keadilan, Masyarakat RI Curahkan Kemarahan

Aksi demonstrasi yang marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia baru-baru ini mengungkapkan suara ketidakpuasan masyarakat akibat ketimpangan ekonomi yang kian melebar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rasio Gini, yang menjadi salah satu indikator ketimpangan pendapatan, meningkat dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024. Peningkatan ini menandakan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia semakin tidak merata, yang memicu kemarahan sebagian masyarakat.

Ekonom senior Tauhid Ahmad menyatakan bahwa kemarahan masyarakat terkait kesenjangan ekonomi yang semakin mencolok. "Impulsifitas masyarakat muncul karena ketidakadilan yang dirasakan secara langsung," ujarnya. Situasi ini diperparah dengan perbandingan tunjangan abdi negara dan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat yang semakin sulit.

Pertumbuhan Tabungan yang Tidak Merata

Salah satu indikator ketimpangan lainnya dapat dilihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terkait tabungan masyarakat. LPS mencatat bahwa pertumbuhan tabungan individu dengan saldo kurang dari Rp 100 juta mengalami perlambatan signifikan. Dari Juli 2016 hingga Juli 2019, pertumbuhan mencapai 26,3%, namun melambat menjadi 11,9% pada periode Juli 2021 hingga Juli 2024.

Sebaliknya, individu yang memiliki tabungan di atas Rp 5 miliar menunjukkan tren sebaliknya. Pertumbuhan mereka naik dari 29,7% pada periode 2016-2019 menjadi 33,9% pada periode 2021-2024. "Simpanan di bawah Rp 100 juta makin turun, sementara di atas Rp 5 miliar makin tinggi, menunjukkan adanya kesenjangan yang nyata," tambah Tauhid.

Kelas Menengah yang Menghilang

Kondisi kelas menengah di Indonesia juga memprihatinkan. Berdasarkan data dari Bank Dunia, jumlah kelas menengah menyusut dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 46,85 juta jiwa pada tahun 2024. Kelas menengah yang tersisa kini semakin tertinggal dibandingkan dengan kelas atas dan kelas bawah.

"Tak ada langkah konkret yang mendukung daya beli kelas menengah. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah agar upaya peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan," kata Tauhid. Ia juga menyoroti perlunya perubahan kebijakan pajak dan royalti yang dapat membantu daya beli masyarakat.

Respon Pemerintah dan Harapan Masyarakat

Menyusul demonstrasi ini, banyak pihak mulai mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan nyata. Tuntutan mencakup perubahan dalam kebijakan ekonomi yang lebih mengedepankan keadilan sosial. Selain itu, beberapa ekonom mendorong perlunya reformasi dalam sektor perpajakan dan dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Dalam konteks pembangunan ekonomi, penting bagi pemerintah untuk merespons secara efektif terhadap suara kritis masyarakat. Ketidakpuasan disebabkan bukan hanya oleh masalah pendapatan, tetapi juga oleh ketidakadilan struktural yang merugikan lapisan masyarakat tertentu. Dengan demikian, semua elemen bangsa harus bersinergi untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih merata.

Masyarakat kini menanti langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan ini. Ketika kesenjangan semakin lebar, harapan bagi kebangkitan ekonomi yang inklusif dan adil pun semakin tinggi.

Exit mobile version