PT Pertamina (Persero) berencana untuk melakukan merger tiga subholding di sektor hilir minyak dan gas (migas) pada akhir 2025. Tiga subholding yang akan digabungkan merupakan PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Pertamina International Shipping. Rencana ini dikemukakan oleh Direktur Utama Perseroan, Simon Aloysius Mantiri, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Simon menjelaskan bahwa merger tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mendukung keberlanjutan operasional perusahaan. Sebelumnya, Pertamina telah membagi subholding antara hulu dan hilir, namun seiring dengan perkembangan industri dan organisasi, penyesuaian struktur dirasa perlu. “Penggabungan ini memungkinkan kita untuk menciptakan identitas baru. Mungkin saja kita akan menggunakan nama Patra Kilang Shipping,” ujar Simon.
Strategi dan Fokus Pertamina
Langkah merger ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk menyelaraskan inisiatif dalam mengintegrasikan operasional subholding hilir. Selain itu, Pertamina juga akan terus memaksimalkan bisnis yang sudah ada melalui beberapa langkah, termasuk optimasi hulu, fleksibilitas kilang, serta transformasi bisnis ritel. Pertamina juga berfokus pada ekspansi infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Pertamina semakin serius dalam mengembangkan bisnis yang ramah lingkungan. Ini termasuk pengembangan biofuel, hilirisasi produk kimia, peningkatan kapasitas geotermal, dan penggunaan teknologi rendah karbon. Semua langkah ini diharapkan dapat membantu perusahaan mencapai visi jangka panjang dan beradaptasi dengan perubahan di industri energi global.
Kinerja Keuangan yang Positif
Hingga Juli 2025, Pertamina mencatatkan pendapatan yang signifikan, mencapai Rp672 triliun. Produksi migas perusahaan juga menunjukkan angka yang menggembirakan, dengan lebih dari 1 juta barrel oil equivalent per day. Selain itu, tingkat yield valuable kilang, yang menunjukkan jumlah produk bernilai jual tinggi, mencapai 84%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun dalam proses restrukturisasi, Pertamina tetap berkomitmen pada performa bisnis yang solid dan menguntungkan.
Tantangan dan Peluang
Penggabungan subholding hilir ini bukan tanpa tantangan. Integrasi perusahaan dengan budaya yang berbeda memerlukan perencanaan yang matang. Namun, dengan adanya potensi untuk menciptakan identitas baru dan meningkatkan efisiensi operasional, merger ini juga membuka peluang baru bagi Pertamina untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di sektor migas.
Perubahan struktur organisasi dapat mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan responsivitas terhadap dinamika pasar. Simon menegaskan bahwa pemangkasan birokrasi dalam proses pengambilan keputusan menjadi salah satu fokus agar perusahaan bisa lebih agile dalam beradaptasi dengan kebutuhan pelanggan dan tuntutan pasar.
Dukungan dari Stakeholder
Pertamina juga mendapatkan dukungan kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Keberlanjutan operasional dan pemeliharaan energi yang ramah lingkungan menjadi bagian dari agenda nasional yang sejalan dengan komitmen pemerintah terhadap mitigasi perubahan iklim. Inisiatif yang diambil oleh Pertamina dalam pengembangan bajaola dan transformasi energi baru terbarukan menunjukkan bahwa perusahaan bersungguh-sungguh dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan.
Dengan semua rencana dan strategi yang dimiliki, Pertamina berupaya menjadi pemain utama yang tidak hanya tangguh di industri migas tetapi juga siap berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Langkah-langkah yang diambil ini penting, tidak hanya untuk memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan, tetapi juga untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan yang semakin meningkat di era modern ini.
