Perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini dianggap oleh para pengamat sebagai langkah yang lebih bernuansa politik ketimbang sebagai respons terhadap tuntutan publik. Julian Aldrin Pasha dari The Habibie Center mengungkapkan pendapat ini dalam diskusi virtual yang berlangsung pada Jumat, 12 September 2025. Ia menegaskan bahwa pergantian beberapa menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, menunjukkan adanya pergeseran menuju kendali politik yang lebih terfokus pada konsolidasi kekuasaan.
Julian menyebutkan bahwa keputusan ini sepertinya diambil bukan sekadar untuk mengatasi keluhan masyarakat, melainkan untuk memperkokoh posisi politik Prabowo. “Pergantian lima menteri ini lebih terlihat bertujuan untuk mengamankan kekuasaan ketimbang hanya menjawab tuntutan publik,” jelasnya. Seiring dengan itu, reaksi pasar terhadap reshuffle ini terpantau negatif, menunjukkan ada skeptisisme apakah perubahan tersebut dapat memperbaiki kepercayaan publik atau meningkatkan kinerja pemerintah dalam waktu dekat.
Dalam diskusi yang sama, moderator Raafi Seiff menitikberatkan pentingnya etika pemerintahan dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat. “Pemerintah perlu memahami perbedaan antara hukum dan etika,” ujarnya. Raafi juga mengingatkan bahwa setiap kementerian harus memiliki dewan etik yang akan mengawasi keputusan, baik secara internal maupun eksternal. Hal ini penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil pemerintah transparan dan akuntabel.
Raafi berpendapat bahwa pemerintah seharusnya berperan sebagai mitra yang berkolaborasi dengan sektor swasta. Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang memudahkan masyarakat untuk membangun dan mengembangkan bisnis, alih-alih hanya menjadi pihak yang memberikan instruksi. “Kolaborasi ini harus jadi prioritas agar masyarakat merasa didukung dalam setiap langkah mereka,” tambah Raafi.
Julian kemudian menyarankan agar publik tidak terburu-buru dalam memberikan penilaian pada reshuffle ini. Ia percaya bahwa waktu beberapa bulan ke depan akan memberikan kejelasan mengenai efektivitas dari perombakan kabinet tersebut. “Kita perlu menunggu tiga atau empat bulan untuk melihat hasil nyata dari perubahan ini,” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat lainnya juga mengindikasikan bahwa reshuffle kali ini tidak hanya mempengaruhi komposisi pemerintah, tetapi juga dapat berdampak pada dinamika politik secara keseluruhan. Jika langkah ini benar-benar merupakan upaya untuk menstabilkan kekuasaan, maka perlu dilihat apakah perubahan ini dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik di mata publik.
Pengamat politik lainnya berpandangan bahwa langkah Prabowo harus dievaluasi lebih lanjut. Mereka berpendapat bahwa meskipun reshuffle adalah hal umum dalam politik, konteks dan alasan di baliknya merupakan faktor krusial yang akan berdampak pada percepatan atau perlambatan reformasi yang diinginkan masyarakat.
Dengan variasi pendapat yang ada, publik diharapkan dapat menilai secara mendalam dan kritis tentang reshuffle kabinet yang terjadi. Sebuah langkah yang terlihat sebagai konsolidasi kekuasaan atau sebagai respons terhadap tuntutan publik akan menjadi fokus utama perhatian masyarakat dalam waktu mendatang.
Untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, pembaruan dalam etika, transparansi, dan kolaborasi sangat diperlukan. Hal ini diharapkan dapat membantu memperbaiki citra pemerintah dan memberikan angin segar bagi hubungan dengan masyarakat. Dalam situasi yang penuh tantangan ini, harapan akan kemampuan pemerintah untuk mendengarkan suara publik masih sangat tinggi.
