Pelaku Pasar Ingatkan Purbaya: Risiko ‘Guyur’ Rp 200 Triliun Perbankan Saat Ini

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah memutuskan untuk menggelontorkan dana sebesar Rp 200 triliun kepada sejumlah bank milik negara atau Himbara. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas dan mendukung penyaluran kredit produktif, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang sedang tertekan. Namun, keputusan ini mendapat perhatian dan kritik dari berbagai kalangan, termasuk para pengamat pasar keuangan, yang menganggap langkah ini berisiko tinggi.

Pengamat Pasar Uang, Ibrahim, mengekspresikan kekhawatirannya terkait tindakan Menteri Keuangan. Menurutnya, dalam kondisi ketidakpastian global yang dipicu oleh dinamika geopolitik dan perang dagang, strategi ambisius untuk meningkatkan kredit seharusnya dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. “Saat ini kondisi ekonomi global tidak baik-baik saja, bagaimana mungkin kita bisa yakin bahwa penyaluran kredit besar-besaran akan berhasil?” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima.

Ibrahim juga menyoroti adanya risiko besar seiring dengan keputusan tersebut. Banyak kreditor mengalami kesulitan pembayaran akibat proyek-proyek yang mangkrak dan tidak laku, yang memungkinkan terjadinya peningkatan risiko kredit yang bermasalah. Ini mengindikasikan bahwa penetrasi kredit yang lebih dalam tanpa pengelolaan yang ketat dapat memperburuk situasi ekonomi yang sudah rentan.

Sementara itu, Purbaya menegaskan bahwa dana yang dialokasikan tidak diperuntukkan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) tetapi diarahkan untuk penyaluran kredit kepada masyarakat. Ini tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025. Namun, tindakan ini tidak serta merta menghapus keraguan yang ada. Ibrahim mempertanyakan mengenai apakah bank-bank yang menerima dana tersebut akan dikenakan bunga atau tidak, serta berapa tingkat bunga tersebut.

Menariknya, kritik yang dilontarkan Ibrahim tidak hanya menyoroti aspek ekonomi, tetapi juga menyentuh pada sisi politik. Dalam konteks ini, ia mempertanyakan apakah Purbaya sedang bermain politik atau mengambil risiko yang tidak perlu, mengingat dia sebelumnya mengkritik kebijakan menteri keuangan sebelumnya serta lembaga keuangan internasional seperti IMF. Ini menimbulkan pertanyaan terkait motivasi di balik tindakan kementerian dan apakah ini sekadar strategi politik.

Dalam skala lebih luas, keputusan untuk menyuntikkan Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara menunjukkan adanya dorongan untuk memulihkan ekonomi yang tersendat akibat pandemi dan berbagai faktor eksternal. Kendati demikian, langkah ini juga mempertaruhkan stabilitas keuangan jangka panjang jika tidak dikelola dengan baik. Banyak pihak berharap agar alokasi dana tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang matang serta pengawasan yang ketat untuk memastikan tujuan awal dapat tercapai.

Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yang menjadi tantangan di tengah ketidakpastian global. Dengan upaya yang terencana, antara lain peningkatan kredit produktif untuk mendukung sektor-sektor penting, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tantangan yang kompleks tetap harus dihadapi.

Selain itu, pengamat dan analis menekankan pentingnya kerja sama antara berbagai lembaga keuangan dan pemerintah untuk mencapai hasil yang optimal. Monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa dana tersebut tersalurkan sesuai dengan peruntukannya dan membawa dampak positif bagi masyarakat.

Dengan kondisi dinamis yang dihadapi saat ini, semua pihak harus tetap waspada dan siap menghadapi risiko yang mungkin timbul dari kebijakan-kebijakan yang diambil. Sebagai langkah tambahan, kedepannya, penting bagi pemerintah untuk merumuskan strategi komprehensif yang mempertimbangkan potensi dampak jangka panjang serta risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat keputusan keuangan besar seperti ini.

Exit mobile version