Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya mengenai tinggi tarif cukai rokok yang mencapai rata-rata 57%. Dalam pernyataannya, Purbaya merasa terkejut dengan angka tersebut dan menggambarkan kebijakan ini sebagai “aneh.” Hal ini disampaikan dalam media briefing pertamanya sejak dilantik pada 8 September 2025. Ia mengaku heran dan mempertanyakan apakah ada kebijakan yang berlebihan, bahkan menyebut, “Wah, tinggi amat. Firaun lu?”
Purbaya menyadari bahwa tarif cukai yang tinggi memang dirancang untuk mengurangi jumlah perokok. Namun, tingginya tarif tersebut juga berdampak negatif pada industri rokok dalam negeri yang tengah mengalami penurunan kinerja. Untuk itu, ia berencana melakukan kunjungan ke Jawa Timur guna melihat langsung kondisi industri rokok yang berjuang di tengah kebijakan tarif cukai yang tinggi ini.
Dalam diskusi lebih lanjut, Purbaya juga menyoroti keberadaan rokok ilegal yang berasal dari luar negeri, khususnya China. Ia mencatat bahwa keberadaan rokok palsu ini semakin menekan industri rokok lokal, yang harus bersaing dengan produk tanpa pajak. Purbaya berkomitmen untuk menindak tegas peredaran rokok ilegal tersebut demi melindungi pasar dan tenaga kerja dalam negeri. “Pasar mereka saya lindungi, dalam pengertian, yang online-online, yang (rokok) palsu itu saya larang… Hati-hati mereka yang palsu-palsu, akan kita mulai kejar satu-satu!” ujarnya.
Tarif cukai rokok yang tinggi sudah lama menjadi perdebatan di kalangan pemerintah dan masyarakat. Sejumlah pihak percaya bahwa pemerintah harus lebih fokus pada perlindungan industri dalam negeri, terutama terlihat dari kontribusi triliunan rupiah yang disumbangkan industri rokok melalui pajak. Purbaya menegaskan bahwa perlindungan terhadap pengusaha rokok lokal adalah langkah penting agar industri ini tidak punah.
Di sisi lain, Purbaya belum menguraikan rencana spesifik mengenai penyesuaian tarif cukai rokok. Namun, langkah awalnya untuk meninjau keadaan di lapangan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mencari solusi terhadap isu yang rumit ini. Ia mengharapkan adanya keseimbangan antara upaya menekan angka perokok dengan perlindungan terhadap industri rokok nasional dan tenaga kerjanya.
Dalam penanganan masalah ini, Purbaya menyatakan pentingnya koordinasi antar kementerian untuk mengatasi permasalahan rokok ilegal. Sebagai langkah awal, Kementerian Keuangan diharapkan dapat berkolaborasi dengan otoritas terkait untuk menciptakan regulasi yang lebih baik dalam mengawasi produk-produk rokok yang beredar di pasar.
Purbaya juga menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan para tenaga kerja dalam industri rokok yang terancam akibat kebijakan cukai yang ketat dan tingginya persaingan dengan produk illegal. Untuk mengatasi isu ini, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih bijaksana dalam merumuskan kebijakan cukai yang tidak hanya berorientasi pada penerimaan negara, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan industri dan okupasi yang ada.
Ke depan, langkah-langkah proaktif dari Purbaya diharapkan dapat membuka dialog antara pemangku kepentingan, termasuk pengusaha rokok, pemerintah, dan masyarakat untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan. Melihat pertumbuhan industri yang stagnan ini, masyarakat pun menantikan tindakan nyata dari pemerintah agar industri rokok dapat pulih dan berkembang kembali di tengah tantangan yang ada.
Dengan komitmen dan perhatian yang tinggi dari Menteri Keuangan, diharapkan industri rokok Indonesia bisa menghadapi tantangan serta isu yang ada, sambil tetap mendukung kesehatan masyarakat dan kemandirian ekonomi nasional.
