Penyaluran Bansos Senilai Rp 17 T Dinilai Tak Tepat Sasaran, Apa Sebabnya?

Penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia menuai kritik serius terkait ketepatan sasaran. Menurut data terbaru, diperkirakan hingga 45% bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sembako tidak tepat disalurkan. Hal ini mengakibatkan warga yang benar-benar membutuhkan tidak menerima dukungan yang semestinya, dan kerugian negara mencapai Rp 14-17 triliun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 616.367 keluarga penerima bantuan PKH tidak lagi layak mendapatkan bantuan tersebut. Sementara itu, untuk program sembako, jumlah keluarga yang tidak seharusnya menerima bantuan mencakup lebih dari 1,28 juta. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem penyaluran bantuan agar benar-benar sampai kepada yang membutuhkan.

Dalam publikasinya, Badan Komunikasi Pemerintah menyampaikan keprihatinan akan tingginya jumlah bansos yang tersalurkan tidak sesuai dengan sasaran. "Masih banyaknya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran menjadi alasan utama pemerintah untuk segera membenahi sistem yang ada,” tulis mereka.

Pemanfaatan Teknologi Digital

Dalam upaya memperbaiki masalah ini, pemerintah, di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto, akan memanfaatkan teknologi digital. Salah satu langkah awalnya adalah proyek uji coba digitalisasi perlindungan sosial yang akan dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Proyek ini bertujuan untuk memastikan setiap bantuan sosial dapat tersalurkan dengan lebih tepat.

Digitalisasi dilakukan dengan mengaktifkan Identitas Kependudukan Digital (IKD) untuk keluarga penerima manfaat. Dengan cara ini, pemerintah dapat melakukan verifikasi yang lebih akurat terhadap keluarga yang berhak mendapatkan bantuan. Selain itu, sistem ini akan memungkinkan penyaluran bansos dipantau secara transparan dan akuntabel.

Berbagai Pendapat Masyarakat

Tentu saja, kondisi ini memicu berbagai pendapat di masyarakat. Banyak yang mengapresiasi upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem penyaluran, namun ada juga yang menyuarakan ketidakpuasan. Salah satu warga di Jakarta yang sempat diwawancarai menuturkan, “Kami yang benar-benar membutuhkan bantuan kadang tidak mendapatkan apa-apa, sementara yang tidak layak justru menerima.”

Kritik ini menggambarkan realitas di lapangan tentang betapa pentingnya data yang akurat dan up-to-date dalam menentukan penerima bantuan. Tanpa itu, dana yang seharusnya membantu keluarga miskin justru menguap dan tidak mencapai tujuannya.

Langkah Selanjutnya

Ke depan, pemerintah berencana untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya data yang akurat dalam program bantuan sosial. Dengan menyosialisasikan sistem baru yang berbasis teknologi ini, diharapkan masyarakat yang berhak tidak lagi terlewatkan.

Kombinasi antara teknologi modern dan pemutakhiran data yang teratur diharapkan mampu mengatasi persoalan ini. Program digitalisasi perlindungan sosial diharapkan dapat dijadikan model untuk daerah lain, sebagai langkah progresif dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Masih banyak tantangan ke depan, tetapi dengan komitmen yang kuat dan sistem yang baik, harapannya adalah semua bantuan sosial dapat tersalurkan dengan tepat dan bermanfaat bagi masyarakat. Upaya ini merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk memastikan kesejahteraan warganya, terutama di tengah situasi ekonomi yang sulit akibat dampak pandemi dan faktor lainnya.

Exit mobile version