Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini mengambil langkah signifikan dengan menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di beberapa bank negara. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mempengaruhi suku bunga penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Suntikan likuiditas ini diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit yang lebih cepat.
Plt Ketua Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menjelaskan bahwa suntikan likuiditas tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat bunga penjaminan. Dengan adanya dana segar ini, persaingan antar bank untuk menarik simpanan akan berkurang, sehingga bank tidak perlu menaikkan suku bunga secara agresif. “Ini bisa mengurangi bargaining power pemilik dana besar dalam mendikte suku bunga ke bank,” ungkap Didik dalam sebuah pernyataan.
Meski demikian, LPS mengingatkan pentingnya penyaluran kredit dilakukan secara selektif. Didik menekankan agar bank tetap memperhatikan asas perbankan yang sehat untuk menghindari risiko non-performing loan (NPL) atau kredit macet. Dengan kata lain, bank harus mampu menyalurkan kredit kepada sektor-sektor yang layak dan produktif.
Terkait dana Rp200 triliun, jumlah ini berasal dari saldo anggaran lebih pemerintah yang sebelumnya disimpan di Bank Indonesia. Penempatan dana ini tidak hanya menyasar satu bank, tetapi dibagi ke lima bank besar: BRI, Bank Mandiri, dan BNI masing-masing mendapatkan Rp55 triliun, sedangkan BTN dan BSI masing-masing menerima Rp25 triliun dan Rp10 triliun. Namun, ada beberapa tantangan dalam menyerap dana tersebut. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa beberapa bank melaporkan mampu menyerap hanya Rp7 triliun dari total yang dialokasikan.
Purbaya menjelaskan, likuiditas yang melimpah saat ini membuat bank kesulitan dalam menyalurkan kredit. Dia berharap kebijakan ini dapat mendorong bank untuk bersikap proaktif dalam penyaluran dana. “Kalau mereka tidak menyalurkan, mereka akan rugi sendiri karena ada beban bunga sekitar 4% yang harus dibayar,” tegas Purbaya. Dengan menyalurkan dana secara efektif, bank bukan hanya membantu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga kesehatan finansial mereka sendiri.
Sementara itu, diperkirakan bahwa bunga pinjaman kredit dan bunga deposito bisa turun seiring dengan masuknya suntikan likuiditas. Purbaya berpandangan bahwa dengan cost of money yang lebih rendah, nasabah akan lebih terdorong untuk membelanjakan uang mereka atau mengajukan pinjaman. “Ini adalah win-win solution; jika bank dapat menyalurkan likuiditas secara optimal, dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat luas,” katanya.
Dana yang ditempatkan pemerintah juga bersifat “on call”, yang berarti dapat ditarik kapan saja. Meskipun begitu, Purbaya menekankan bahwa bank tidak perlu khawatir untuk memanfaatkan dana ini, karena pemerintah sudah mempertimbangkan kestabilan keuangan negara. Penyaluran yang cepat dan efisien atas dana tersebut diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi atau mengambil kredit.
Di tengah kekhawatiran bahwa keberadaan dana besar ini mungkin bisa berdampak negatif bagi bank jika tidak digunakan dengan benar, pihak berwenang berupaya untuk memotivasi perbankan agar tidak hanya memikirkan dari aspek konservatif, tetapi juga berinisiatif dalam mengalirkan kredit kepada sektor produktif. Dengan cara ini, diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih cepat dan berkesinambungan.
Dari berbagai aspek yang ada, langkah ini merupakan kesempatan yang tidak boleh disia-siakan oleh perbankan untuk berinovasi dan menggairahkan kembali sektor riil, serta mendorong inklusi keuangan yang lebih baik di masyarakat.
