APBN Seret, Pembangunan Jalan Tol Baru Tertunda Dampak Pemangkasan Anggaran

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami tekanan berat, mengakibatkan keterlambatan dalam pembangunan jalan tol baru di Indonesia. Saat ini, Parlemen tengah membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang diajukan pemerintah, di mana keputusan final diharapkan keluar pada akhir November 2025. Namun, perdebatan yang berlangsung tidak mudah, mengingat banyak kementerian dan lembaga harus beroperasi dengan anggaran yang jauh lebih kecil.

Pendapatan pajak yang tidak memadai menjadi alasan utama dalam kesulitan ini. Menurut laporan resmi, pemerintah harus secara konsisten mengatasi defisit anggaran yang mengharuskan prioritasi anggaran. Ini berdampak langsung pada proyek infrastruktur, terutama di sektor transportasi seperti pembangunan jalan tol.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara lain, seperti Jerman, juga mengalami situasi serupa. Menkeu Jerman, Lars Klingbeil, mengingatkan bahwa utang negara berada pada titik tertinggi sejak pandemi Covid-19. Dalam konteks ini, sektor transportasi juga menuntut perhatian serius. Jerman memiliki jaringan jalan tol yang luas, dengan banyak bagian mengalami kerusakan serius.

Data dari Kementerian Transportasi Jerman menunjukkan bahwa sekitar setengah dari total 13.200 kilometer jalan tol berada dalam kondisi tidak layak. Hal ini menunjukkan urgensi untuk melakukan perbaikan yang memadai jika dibandingkan dengan Indonesia, yang juga memiliki tantangan infrastruktur serupa.

Menteri Transportasi di Jerman, Patrick Schnieder, berharap kementeriannya akan mendapatkan alokasi dana yang memadai. Dia mengeluhkan masalah anggaran yang dikhususkan hanya untuk pemeliharaan, bukan untuk pembangunan baru atau perluasan. Hal ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh berbagai negara ketika dihadapkan pada pemangkasan anggaran.

Meskipun pemerintah telah mengalokasikan dana khusus untuk infrastruktur, anggaran tersebut terbatas dan tidak dapat digunakan untuk semua proyek. Menurut Schnieder, kekurangan 15 miliar Euro (sekitar Rp292 triliun) untuk periode 2026 hingga 2029 dapat membuat sejumlah proyek, termasuk 74 proyek pembangunan dan perluasan jalan tol, terpaksa dihentikan atau ditunda.

Ketergantungan pada utang untuk mendanai proyek infrastruktur juga menjadi perhatian utama. Sebuah laporan menunjukkan bahwa hampir sepertiga pengeluaran negara dibiayai melalui utang, yang berisiko menimbulkan spiral utang—skenario di mana pemerintah terus berutang untuk memenuhi kebutuhan anggaran.

Pemerintah pusat di Indonesia, saat ini, lebih fokus pada renovasi dan pemeliharaan infrastruktur yang ada, namun mereka juga mengakui bahwa pembangunan jalan baru sangat penting. Terdapat harapan untuk memprioritaskan investasi dalam pembangunan jalur kereta dan jalan tol baru di masa mendatang, meskipun harus melewati proses pengesahan anggaran yang kompleks.

Dalam konteks kebijakan, pemerintah mengharapkan adanya penghematan yang lebih ketat, terutama pada pengeluaran tidak selama dan di luar kebutuhan vital. Namun, dengan sejumlah proyek yang harus dihentikan, dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.

Kondisi ini berpotensi memengaruhi tidak hanya jaringan infrastruktur, tetapi juga sektor ekonomi yang bergantung padanya. Jika tidak ada langkah konkret untuk mengatasi masalah anggaran dan utang, pengembangan infrastruktur yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional mungkin akan terhambat lebih jauh.

Di sisi lain, masyarakat menantikan adanya solusi dari pemerintah terkait masalah ini. Banyak yang berharap bahwa APBN ke depan akan mencerminkan prioritas yang lebih jelas agar pembangunan infrastruktur dapat berjalan ratusan persen lebih baik dan lebih cepat. Dan diharapkan, pemerintah dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan ini.

Src: https://www.viva.co.id/bisnis/1851202-apbn-seret-pembangunan-jalan-tol-baru-terhambat?page=all

Exit mobile version