Kemelut sekitar kebijakan bunga deposito valuta asing (valas) yang ditetapkan oleh bank-bank Himbara memunculkan berbagai spekulasi di pasar. Rencana kenaikan suku bunga deposito valas dolar AS menjadi 4% menimbulkan diskusi hangat mengenai likuiditas dan arahan dari pemerintah. Kebijakan ini, yang diumumkan pada Rabu (24/9/2025), direncanakan mulai berlaku pada 5 November 2025, menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaku pasar, terutama dengan kondisi terkini nilai tukar rupiah yang tertekan.
Saat ini, bunga deposito valas terbaru berada jauh di atas tingkat bunga penjaminan LPS yang hanya 2,25% dan akan menurun menjadi 2,00% mulai 1 Oktober 2025. Ini menunjukkan bahwa bank-bank pelat merah yang terdiri dari BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, dan BSI berusaha menarik dana valas dengan imbal hasil yang lebih menarik bagi nasabah.
Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan ini bukan merupakan arahan dari pemerintah, meskipun sebelumnya terdapat diskusi untuk mendorong pemindahan simpanan valas dari luar negeri ke dalam negeri. Purbaya menyatakan bahwa keputusan ini terkesan terburu-buru, karena hasil analisis risiko dari tim yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto belum selesai dan diterima. “Saya bingung dengan keputusan bank-bank BUMN yang menaikkan bunga valas sebelum adanya hasil perhitungan risiko,” ujar Purbaya.
Sementara itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang kini berada di angka Rp16.738, diduga dipengaruhi oleh kabar bunga jumbo deposito valas ini. Purbaya berharap klarifikasi terkait kebijakan ini akan membantu menstabilkan nilai rupiah. “Tentunya BI juga akan berperan aktif dalam menjaga nilai tukar,” tambahnya.
Dalam konteks likuiditas, kenaikan suku bunga bisa berpotensi menekan marjin bunga bersih bank, karena biaya dana dalam dolar bisa meningkat. Hasil dari Statistik Perbankan Indonesia menunjukkan bahwa meskipun simpanan valas di bank besar, kontribusinya terhadap total DPK (Dana Pihak Ketiga) masih di bawah 17%. Ini menunjukkan bahwa permintaan akan simpanan valas dari bank BUMN masih terbatas.
Namun, banyak analis percaya bahwa kebijakan ini dapat memberikan keuntungan jika dikelola dengan baik. Misalnya, dengan menawarkan bunga yang lebih tinggi, bank dapat menarik simpanan dolar dari eksportir dan pelaku pasar lainnya, sehingga menambah pasokan dolar di dalam negeri. Josua Pardede dari PT Bank Permata Tbk menjelaskan bahwa dengan suku bunga yang lebih tinggi, nasabah akan cenderung memilih menyimpan dolar di domestik daripada di luar negeri.
Meski ada sisi positif, risiko tetap ada. Risiko ini dapat terwujud dalam bentuk konversi simpanan rupiah ke dolar, memperburuk ketidakstabilan nilai tukar atau bahkan meningkatkan biaya pendanaan untuk pelaku usaha yang berutang dalam dolar. Suara skeptis datang dari berbagai ekonom yang menyoroti bahwa langkah ini dapat dianggap sebagai sinyal positif untuk investor tetapi juga meningkatkan risiko jangka menengah bagi sektor riil.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan timnya untuk menilai risiko kebijakan ini, dengan harapan dapat meminimalkan dampak negatifnya. Hal ini menunjukkan kesadaran akan kompleksitas persaingan dalam menarik dana valas yang saat ini lebih menguntungkan di luar negeri.
Apakah kebijakan bunga deposito valas 4% ini akan diterapkan atau dibatalkan masih menjadi tanda tanya. Begitu banyak dinamika yang terjadi, baik di pasar keuangan maupun di antara pembuat kebijakan. Purbaya bahkan menekankan bahwa insentif untuk menarik kembali simpanan dolar dari luar negeri sedang dimatangkan, tetapi masih dalam tahap perhitungan risiko.
Dalam situasi ini, pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan mengikuti perkembangan dengan cermat. Keputusan akhir mengenai kebijakan ini dapat menentukan arah keuangan di Indonesia dalam waktu dekat.
Src: https://finansial.bisnis.com/read/20250929/90/1915462/kemelut-bunga-deposito-valas-4-himbara-kala-rupiah-tertekan-batal-diterapkan/All
