Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel di Kota Malang, Jawa Timur, mengalami penurunan signifikan selama Agustus 2025. Penurunan ini terjadi akibat demonstrasi besar-besaran yang menentang kebijakan pemerintah, yang berujung pada kerusuhan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, Umar Sjaifudin, menyatakan bahwa meskipun terdapat beberapa acara yang berlangsung di kota tersebut, dampak dari demonstrasi sangat terasa.
BPS mencatat bahwa TPK hotel di Malang hanya sebesar 50,15%, turun 1,65 poin dari bulan sebelumnya yang mencapai 51,80%. Penurunan ini tidak hanya terjadi pada hotel berbintang tetapi juga pada hotel non-bintang. Untuk hotel berbintang, TPK tercatat 60,87%, turun 1,67 poin dari 62,54% di bulan Juli. Sementara itu, hotel non-bintang mengalami penurunan yang sama, dari 38,67% pada Juli menjadi 37% pada Agustus 2025.
Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan dengan bulan Juli. Umar menjelaskan bahwa tingginya TPK pada bulan tersebut dipengaruhi oleh berlangsungnya Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025 di Malang Raya, yang menarik banyak tamu dari luar kota. “Porprov menjadi daya tarik tersendiri yang mendorong okupansi hotel meningkat, terutama di awal bulan,” ujarnya.
Selain itu, rata-rata lama tinggal tamu di hotel berbintang selama Agustus mencapai 1,54 hari, sementara di hotel non-bintang hanya 1,22 hari, dengan rata-rata keseluruhan di Kota Malang mencapai 1,41 hari. Dominasi tamu yang menginap di hotel-hotel di Kota Malang didominasi oleh wisatawan domestik, dengan 94,81% tamu berasal dari dalam negeri. Hanya 5,19% tamu yang datang dari luar negeri. Pada hotel berbintang, proporsi tamu domestik mencapai 93,42%, sedangkan di hotel non-bintang, angkanya bahkan lebih tinggi, yaitu 97,02%.
Kondisi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi sektor pariwisata dan perhotelan di Kota Malang. Keberlangsungan industri perhotelan sangat bergantung pada stabilitas sosial dan keadaan ekonomi yang kondusif. Dengan adanya kerusuhan dan ketidakpastian, banyak wisatawan yang memilih untuk menunda perjalanan mereka, berdampak langsung pada okupansi hotel.
Pengusaha hotel juga mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap dampak jangka panjang dari situasi ini. Penurunan okupansi yang terjadi tidak hanya berpengaruh pada pendapatan hotel, tetapi juga dapat mengancam lapangan pekerjaan bagi banyak pegawai di sektor perhotelan. Banyak karyawan hotel yang kini merasakan langsung dampak dari kondisi ini, mengingat banyaknya reservasi yang dibatalkan dan penurunan jumlah tamu yang menginap.
Bukan hanya di Kota Malang, peristiwa serupa juga terjadi di daerah lain yang mengalami demonstrasi, di mana sektor perhotelan merasa dampak dari situasi yang tidak stabil. Di sisi lain, ada beberapa kota yang justru mengalami peningkatan okupansi hotel, menunjukkan bahwa proyeksi pariwisata sangat beragam tergantung pada kondisi sosial, politik, dan ekonomi di masing-masing daerah.
Ke depannya, pihak berwenang diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap sektor pariwisata dan perhotelan agar dapat kembali bangkit pasca-kerusuhan. Dengan menstabilkan situasi dan meningkatkan promosi daerah sebagai destinasi wisata yang aman dan nyaman, diharapkan okupansi hotel dapat pulih dan berkembang sesuai harapan. Sementara itu, evaluasi terhadap dampak dari kerusuhan diperlukan untuk merencanakan langkah-langkah perbaikan yang lebih efektif di masa mendatang.
Source: www.beritasatu.com
