Nilai tukar rupiah menguat hingga mencapai level Rp16.598 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis sore, 2 Oktober 2025. Penguatan ini mencatatkan rupiah sebagai mata uang dengan performa terbaik di Asia, dengan peningkatan sebesar 37 poin atau 0,22 persen dari hari sebelumnya. Dari data yang dikeluarkan oleh Bloomberg, penguatan ini menunjukkan bahwa rupiah berhasil bersaing di tengah volatilitas yang terjadi di pasar mata uang global.
Kurs referensi Bank Indonesia (BI), yakni Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), mencatatkan nilai rupiah di level Rp16.612 per dolar AS. Dalam perbandingan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya, rupiah menonjol dengan penguatan yang signifikan. Misalnya, dolar Hong Kong mengalami penurunan sebesar 0,02 persen, sementara peso Filipina hanya naik 0,04 persen dan yen Jepang naik 0,01 persen. Di sisi lain, ringgit Malaysia mengalami penurunan sebesar 0,07 persen, sedangkan dolar Singapura meningkat 0,09 persen dan won Korea Selatan naik 0,04 persen.
Menurut pengamat ekonomi, Ibrahim Assuaibi, penguatan rupiah ini dipicu oleh beberapa faktor, baik dari segi global maupun domestik. Di dalam negeri, kebijakan stimulus ekonomi yang digulirkan oleh pemerintah dirasakan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu terobosan yang oleh pemerintah adalah program magang bagi fresh graduate dengan dukungan dari BUMN dan sektor swasta. Program ini direncanakan diluncurkan pada 15 Oktober 2025 dan diharapkan dapat meningkatkan lapangan kerja serta mengurangi jumlah pengangguran.
Selain itu, pemerintah memberikan insentif pajak seperti PPh Pasal 21 bagi pekerja di sektor pariwisata dengan gaji di bawah Rp10 juta, menjangkau sekitar 552.000 pekerja di hotel, restoran, dan kafe. Di sektor transportasi, terdapat diskon untuk 731.000 pekerja terkait dengan iuran JKK-JKM (Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian). Program perumahan melalui BPJS Ketenagakerjaan juga ditargetkan dapat mendukung pembangunan 100.050 unit rumah. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menyerap hingga 215.000 tenaga kerja hingga akhir tahun.
Lebih lanjut, pemerintah telah merencanakan insentif fiskal yang berkelanjutan sampai tahun 2029. Pajak penghasilan di sektor pariwisata dan proyek padat karya akan berlaku hingga 2026, dan ada insentif untuk program perumahan hingga Rp2 miliar. Selain itu, Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan sebesar Rp130 triliun juga disiapkan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan pengenaan PPh final 0,5% atas omzet hingga Rp4,8 miliar yang diperpanjang sampai 2029.
Dari sisi eksternal, pengaruh shutdown pemerintah AS menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan nilai tukar. Setelah kegagalan kongres untuk menyepakati anggaran belanja, prediksi akan adanya shutdown pemerintahan berdampak besar terhadap stabilitas pasar. Beberapa analis meyakini bahwa dampak dari pengumuman pemecatan pegawai federal oleh Presiden Donald Trump dapat memperburuk kondisi pasar tenaga kerja. Selain itu, laporan tentang penggajian nonpertanian yang dijadwalkan rilis menjadi tertunda menambah ketidakpastian di pasar.
Data penggajian swasta yang dirilis baru-baru ini menunjukkan adanya pendinginan lebih lanjut dalam pasar tenaga kerja, yang memberikan harapan optimisme pasar terhadap potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve. Ini bisa menjadi faktor lain yang turut berkontribusi terhadap penguatan rupiah, di tengah ketidakpastian dari pasar internasional.
Melihat perkembangan ini, penguatan rupiah tentu saja dapat menjadi sinyal positif, meskipun tantangan dari faktor eksternal tetap harus dicermati secara serius.
Source: www.suara.com
