Bank Indonesia (BI) baru-baru ini membantah berita yang menyebutkan bahwa pihaknya telah menjual emas sebanyak 11 ton. Bantahan tersebut disampaikan oleh Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, yang menegaskan pentingnya masyarakat mengikuti informasi resmi melalui saluran resmi BI. “Merespons pertanyaan mengenai BI melakukan penjualan emas sebanyak 11 ton yang beredar, dapat kami sampaikan bahwa Bank Indonesia tidak melakukan penjualan emas sebagaimana disebutkan,” ungkap Denny dalam keterangannya pada 6 Oktober 2025.
Kabar mengenai penjualan emas ini muncul setelah rilis data dari World Gold Council yang menunjukkan bahwa beberapa bank sentral di berbagai negara masih aktif dalam mengakumulasi emas. Contohnya, Kazakstan tercatat melakukan pembelian terbesar sebesar 8 ton, melanjutkan tren akumulasi yang telah terjadi selama enam bulan, dengan total mencapai 316 ton. Bulgaria dan Turki juga melakukan penambahan cadangan emas masing-masing sebanyak 2 ton, yang menunjukkan adanya strategi diversifikasi portofolio di kalangan negara-negara tersebut.
Meskipun demikian, berita tentang penjualan emas oleh BI tampaknya lebih berkaitan dengan informasi yang keliru. BI merinci langkah-langkah strategis yang mereka ambil dalam mengelola cadangan devisa Indonesia, termasuk emas. Menurut Denny, informasi yang menyebar bisa menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat. “Kami sangat menghargai jika pihak-pihak yang memiliki pertanyaan atau keraguan bisa merujuk pada sumber resmi yang tersedia,” tambahnya.
Sementara itu, laporan terkini dari data World Gold Council menunjukkan tren yang beragam di antara negara-negara yang aktif dalam perdagangan emas. Negara-negara seperti Uzbekistan, Ceko, dan Ghana juga melaporkan penambahan cadangan emas masing-masing sebesar 2 ton. Di sisi lain, Rusia melaporkan penurunan cadangan emas sebesar 3 ton, yang diduga terkait dengan kebutuhan untuk program pencetakan koin.
Kinerja Indonesia dalam hal cadangan emas menunjukkan bahwa pada bulan Juli lalu, negara ini sempat melakukan penjualan besar sebesar 11 ton. Beberapa kalangan mengaitkan penjualan tersebut sebagai langkah taktis dalam mengelola cadangan devisa secara keseluruhan. Kini, Indonesia dilaporkan kembali menjual sekitar 2 ton, yang mencerminkan pendekatan adaptif terhadap situasi ekonomi global.
Dalam konteks yang lebih luas, akumulasi emas di kalangan bank sentral global tampaknya menjadi bagian dari strategi diversifikasi untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang tertentu. Dengan membangun cadangan emas, negara-negara tersebut berupaya menghadapi ketidakpastian ekonomi yang berkepanjangan. Meskipun Indonesia tampaknya lebih selektif dalam mengambil langkah, penting bagi BI untuk terus melakukan komunikasi yang jelas dan transparan kepada publik.
Informasi dari BI menunjukkan bahwa keputusan strategi cadangan ini tidak hanya berkaitan dengan situasi internal, tetapi juga dengan dinamika pasar global yang terus berubah. Dalam hal ini, komunikasi yang tepat menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik serta stabilitas ekonomi.
Dalam menghadapi isu ini, laporan terpercaya dari lembaga dan media resmi akan sangat menentukan. Sebagai institusi yang memegang peran vital dalam stabilitas ekonomi negara, BI mengajak semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam mencerna informasi yang beredar di luar. Mengingat pentingnya emas dalam konteks cadangan devisa dan strategi ekonomi, setiap langkah harus diambil dengan pertimbangan yang matang.
Dengan terus berkomunikasi secara terbuka, diharapkan BI dapat meminimalisir kesalahpahaman dan membangun kepercayaan di masyarakat terkait manajemen cadangan devisa yang dimilikinya.
Source: finansial.bisnis.com
