Warisan Utang Proyek Jokowi: Menkeu Purbaya Pusing, Rakyat Tertekan!

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan keluhan yang mendalam mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), atau yang lebih dikenal sebagai Whoosh. Ketegangan ini muncul seiring meningkatnya utang yang terkait dengan proyek ambisius era Presiden Joko Widodo. Purbaya menunjukkan keengganannya untuk menalangi utang tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan malah mendorong Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk mengambil alih penyelesaian utang tersebut.

Dalam pernyataannya, Purbaya mengkritisi ketidakadilan fiskal yang terjadi. Ia menegaskan bahwa saat ini Danantara menerima sebagian besar dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun utang yang dihasilkan dari proyek infrastruktur BUMN justru bobotnya kembali jatuh ke APBN. Situasi ini dinilai Purbaya sebagai paradoks, di mana keuntungan dari BUMN mengalir ke kas Danantara, sementara Kementerian Keuangan harus menanggung resiko dan kerugian.

“Kita lihat, Whoosh dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah mengambil lebih dari 80% dividen dari BUMN. Seharusnya mereka yang menarik dari situ untuk melunasi utang,” ujar Purbaya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pernyataan tersebut menggambarkan frustrasi Purbaya atas situasi yang dianggapnya tidak adil bagi masyarakat, di mana keuntungan diambil oleh satu pihak sementara beban utang diderita oleh pemerintah.

Kekhawatiran Purbaya tidak tanpa dasar. Total utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diperkirakan mencapai angka yang signifikan. Saat proyek tersebut diluncurkan, banyak pihak meragukan kelayakan dan dampak jangka panjangnya pada keuangan negara. Masyarakat mulai meminta transparansi mengenai penggunaan dana publik dalam proyek semacam ini.

Masalah Keadilan dan Tanggung Jawab

Purbaya juga menegaskan pentingnya untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tanggung jawab BUMN dan Danantara. Ia mengatakan, “Kalau pemanfaatan untuk keuntungan bagi mereka, kita harus adil. Kita tidak bisa menanggung semua beban,” yang menggambarkan perlunya pembagian kewajiban yang lebih seimbang dalam pengelolaan proyek-proyek infrastruktur.

Di tengah berbagai tantangan fiskal yang dihadapi, penting untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan ikut bertanggung jawab atas manajemen dan hasil proyek. Purbaya merasa bahwa model pembiayaan yang ada saat ini menguntungkan Danantara, tetapi membebani masyarakat melalui utang yang berisiko tinggi.

Selain proyek Whoosh, banyak proyek lain yang didanai oleh APBN juga mengalami tantangan serupa. Dengan adanya polemik ini, Purbaya berharap pemerintah dapat lebih berhati-hati dalam memilih dan mengelola proyek infrastruktur di masa depan. Ini termasuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas dalam pembiayaan dan pengelolaan utang.

Implikasi untuk Masa Depan

Dengan pertanyaan besar yang muncul sehubungan dengan utang dan pengelolaan BUMN, langkah-langkah pencegahan harus diambil untuk memastikan bahwa utang serupa tidak terulang di masa depan. Anggaran negara harus digunakan secara efisien untuk menanggulangi kesejahteraan masyarakat, bukan justru menjadi beban bagi anggaran.

Purbaya ingin mengingatkan semua pemangku kepentingan bahwa ke depannya, keputusan-keputusan investasi pemerintah harus melalui analisis yang lebih mendalam untuk mencegah masalah serupa. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam pengelolaan dana publik, agar rakyat tidak lagi menjadi korban proyek-proyek yang tidak berkelanjutan.

Sebagai penutup, kritikan yang dilontarkan oleh Purbaya bukan semata-mata untuk menghujat, tetapi merupakan seruan untuk kesadaran bersama akan fakta bahwa kesuksesan ekonomi tidak hanya terletak pada angka-angka, tetapi juga pada keadilan dan kesejahteraan rakyat. Dengan pendekatan yang lebih adil dan transparan, diharapkan masa depan ekonomi Indonesia dapat lebih cerah dan berkelanjutan bagi semua pihak.

Source: www.suara.com

Exit mobile version