Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada perdagangan hari ini, Selasa (14/10/2025), dengan koreksi sebanyak 1,95% atau rontok 160,67 poin, sehingga menutup perdagangan di level 8.066,52. Penurunan ini menjadi sorotan berbagai pihak, mengingat IHSG sempat mencatatkan rekor tertingginya sebelumnya. Sejumlah faktor baik domestik maupun global disinyalir sebagai penyebab utama anjloknya IHSG.
Dalam tinjauan global, meningkatnya ketegangan geopolitik dan arah ekonomi Amerika Serikat (AS) berperan penting dalam tekanan yang dihadapi oleh pasar. Data inflasi yang dirilis baru-baru ini dan wacana kebijakan tarif impor baru oleh AS menambah kekhawatiran di kalangan investor. Musabab ini menciptakan suasana risk-off, di mana banyak investor memilih untuk menanggung risiko lebih kecil dengan menjauh dari saham menuju investasi yang lebih aman.
Secara domestik, pengumuman mengenai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada September 2025 yang mencapai 1,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau setara Rp 371,5 triliun, juga memberi dampak negatif. Angka ini meningkat dibandingkan dengan defisit di Agustus 2025 yang sebesar 1,35% dari PDB. Hal ini memicu kekhawatiran akan potensi tekanan fiskal di tengah program stimulus yang masih berjalan.
Menurut analis di Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, “Isu defisit APBN yang mulai melebar membuat market khawatir. Di sisi lain, sentimen global semakin kuat akibat tensi geopolitik dan ketidakpastian arah ekonomi AS.” Ia melanjutkan bahwa IHSG berpotensi untuk terus melemah dalam beberapa hari ke depan, meskipun peluang rebound tetap terbuka jika ada perbaikan data makro ekonomi Indonesia atau kabar positif dari Federal Reserve.
Tekanan ini juga dipicu oleh aksi ambil untung oleh investor, mengingat IHSG baru saja mencapai level tertingginya. Tercatat bahwa pada perdagangan tersebut, 583 saham melemah, 138 saham menguat, dan 84 lainnya stagnan. Volume transaksi mencapai 48,25 miliar dengan nilai transaksi total Rp 32,01 triliun. Investor asing juga menunjukkan aksi jual bersih yang berlanjut selama beberapa waktu, menambah beban pada IHSG.
Kondisi serupa tidak hanya terjadi di Indonesia. Bursa Asia juga mengalami penurunan. Nikkei 225 Index melemah 2,82%, Hang Seng Index jatuh 1,73%, dan Shanghai Composite Index turun 0,62%. Ketidakpastian yang muncul akibat ketegangan dagang antara AS dan China turut memengaruhi kinerja bursa saham di kawasan ini.
Berkaca dari situasi ini, penting bagi investor untuk tetap waspada terhadap perubahan yang terjadi di pasar. Menurut Reydi Octa, pengamat pasar modal, meskipun tak dapat dipastikan kapan IHSG akan pulih, saat ini adalah momen konsolidasi pasca-reli panjang. “Koreksi ini adalah hal yang wajar, bisa jadi penanda bahwa pasar akan menemukan dukungan di kisaran 7.900-7.950,” ujarnya.
Pelaku pasar berharap bahwa perbaikan dalam data makro ekonomi Indonesia dan kabar positif dari kebijakan moneter global dapat menjadi katalisator untuk pemulihan IHSG. Saat ini, cukup banyak investor yang menunggu momen terbaik untuk berinvestasi kembali.
Situasi ini perlu dipantau dengan seksama, mengingat pentingnya stabilitas pasar saham bagi perekonomian nasional. Ketidakpastian yang ada saat ini dapat menjadi tantangan dan juga peluang tergantung pada langkah yang diambil oleh investor dan pembuat kebijakan di masa mendatang.
Source: finance.detik.com
