Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan melanjutkan tren pelemahan pada pekan depan, seiring dengan menantinya keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia. Jadwal RDG yang dilakukan pada 22 Oktober 2025 menjadi sorotan utama, karena banyak investor berharap adanya penurunan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%. Harapan ini muncul di tengah tekanan pasar yang semakin meningkat.
Sepanjang pekan ini, IHSG mencatatkan pelemahan yang signifikan. Pada perdagangan Jumat (17/10), IHSG ditutup pada level 7.915,66, merosot 2,57%. Selama satu minggu penuh, indeks mengalami penurunan total sebesar 4,14%. Penurunan ini sangat dipengaruhi oleh aksi ambil untung yang dilakukan terhadap saham-saham konglomerasi yang sebelumnya tercatat menguat secara signifikan. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China menjadi faktor eksternal yang menambah beban, di samping kekhawatiran akan potensi pemerintah AS yang menghadapi shutdown berkepanjangan.
Dari sisi domestik, perkembangan yang tidak menguntungkan dalam investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) turut menambah suasana pesimistis. Data menunjukkan bahwa FDI di kuartal III/2025 mengalami penurunan sebesar 8,9% secara tahunan, menjadi Rp212 triliun. Penurunan ini menjadi yang terdalam sejak awal tahun 2020 dan terjadi di luar sektor keuangan dan migas. Sebelumnya, pada kuartal II/2025, FDI juga terkontraksi 6,95%. Hal ini disebabkan oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS serta berkurangnya daya beli masyarakat.
Aksi Jual yang Mengintai IHSG
Dalam analisis teknikal, Phintraco Sekuritas menunjukkan bahwa indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) memasuki fase negatif, sedangkan indikator Stochastic RSI masih berada di area oversold. Meskipun demikian, belum ada sinyal jelas mengenai pembalikan arah. Para analis memperkirakan IHSG akan menguji level support di kisaran 7725-7780 pada pekan depan.
Investor akan menunggu data pertumbuhan kredit per September yang menjadi salah satu indikator penting, diikuti pengumuman data likuiditas uang beredar (M2) pada 23 Oktober. Ini semua berpotensi mempengaruhi keputusan investasi dan pola perdagangan di pasar saham.
Rekomendasi Saham
Berdasarkan analisis Phintraco Sekuritas, terdapat beberapa saham yang bisa menjadi pilihan di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi ini. Diantaranya adalah PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Tak pelak, kondisi ini menciptakan suasana hati yang berbeda di kalangan investor. Ada yang optimis akan adanya pergeseran kebijakan moneter dari Bank Indonesia, tetapi ada juga yang mengambil langkah defensif dengan mempertimbangkan aksi jual.
Keputusan Bank Indonesia mengenai BI Rate diharapkan dapat menjadi titik balik bagi situasi ini. Jika penurunan suku bunga benar terjadi, hal ini diharapkan dapat mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kepercayaan pasar. Namun, investor tetap diingatkan untuk bersikap hati-hati mengingat tekanan eksternal yang tak kalah signifikan.
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, pekan depan dipastikan akan menjadi periode yang menarik untuk disimak, baik bagi investor domestik maupun asing.
Source: ekbis.sindonews.com
