Ahli Ungkap Efektivitas dan Tantangan Program MBG: Analisis Mendalam

Program Makanan Bergizi (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah gizi buruk yang semakin mendesak. Inisiatif ini tak hanya berfokus pada penyediaan makanan, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Dalam konteks ini, penting untuk memahami efektivitas serta tantangan yang dihadapi program ini di lapangan.

Indonesia kini menghadapi masalah gizi ganda, yang dikenal sebagai triple burden of malnutrition, yang terdiri dari stunting, anemia, dan obesitas yang meningkat, terutama di kalangan anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Stunting bukan hanya masalah tinggi badan yang kurang, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas hidup, IQ, dan potensi ekonomi anak-anak di masa depan. Ini menjadi ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Mochammad Rizal, MS, RD, seorang ahli gizi yang sedang menempuh studi PhD di Cornell University, yang mengatakan, “Permasalahan gizi yang ingin kita atasi bukan hanya tentang tinggi badan. Oleh karena itu, pemerintah mengklaim bahwa MBG adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia Emas 2045.”

Secara ideal, intervensi gizi yang efektif untuk menangani masalah stunting sebaiknya menargetkan ibu hamil dan anak usia di bawah dua tahun. MBG bertujuan memastikan akses pangan bagi anak-anak dari keluarga dengan keterbatasan sumber daya. Jika program ini dijalankan dengan baik dan konsisten, serta menyajikan makanan berkualitas, dampaknya bisa sangat positif, terutama dalam peningkatan kesehatan dan gizi.

Rizal menambahkan, “Dalam jangka pendek, kita bisa mengharapkan peningkatan status gizi dan kesehatan anak, seperti menurunnya angka anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini akan melahirkan generasi yang bebas stunting.” Dengan makanan bergizi, diharapkan juga mampu meningkatkan motivasi anak untuk pergi ke sekolah dan meningkatkan konsentrasi belajar mereka.

Namun, berbagai tantangan kompleks menjadi batu sandungan dalam implementasi MBG. Salah satunya adalah kebiasaan makan anak-anak yang lebih menyukai makanan olahan ultra (UPF), seperti snack dan junk food tinggi gula, garam, dan lemak. Rizal memperingatkan, “Menu MBG yang ideal berisiko tinggi tidak dihabiskan. Sebaliknya, menu berbasis UPF yang lebih disukai justru mengalihkan tujuan pemenuhan gizi.”

Untuk mengukur dampak perubahan perilaku makan sehat, sekolah diminta melakukan evaluasi secara berkala. Data tentang makanan yang disajikan, termasuk jumlah yang tidak layak konsumsi dan insiden terkait keamanan pangan, perlu dilaporkan. Ini merupakan bagian dari panduan implementasi yang disusun oleh Kemendikdasmen.

Selain itu, sekolah juga dihimbau mengukur tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh siswa setiap enam bulan. pengukuran ini penting untuk mendapatkan data komprehensif tentang jumlah penerima manfaat, status gizi, dan food waste, yang dapat mendasari evaluasi kebijakan ke depan.

Peran ahli gizi dalam program ini menjadi sangat penting untuk memastikan gizi seimbang dan keamanan pangan. Namun, beban kerja yang tidak ideal dapat menjadi tantangan tersendiri. Rizal menjelaskan bahwa satu ahli gizi harus memantau 3000-4000 porsi makanan, yang sangat berat dan bisa meningkatkan risiko insiden keamanan pangan. Untungnya, regulasi baru membatasi produksi maksimal 2000 porsi, yang diharapkan dapat mengurangi beban kerja.

MBG juga perlu dipadukan dengan edukasi gizi yang efektif, tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi keluarga. Edukasi yang baik tentang pola makan sehat bisa membantu membangun pemahaman yang lebih baik terkait gizi seimbang.

Dengan semua tantangan yang ada, Rizal menekankan pentingnya memberikan masukan yang konstruktif untuk meningkatkan program ini. MBG merupakan program besar yang melibatkan banyak pihak, dan dengan kolaborasi serta monitoring ketat, program ini berpotensi menjadi pondasi yang kokoh dalam mencetak generasi emas Indonesia 2045 yang sehat dan produktif.

Source: www.suara.com

Exit mobile version